Lebih Dari Suka, Aku Cinta Belajar [Part 2]

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ


Keesokan harinya, pengumuman tahap seleksi di tempel di mading sekolah. Irene membeku. Rasanya seperti disiram air es di pagi hari. Tangannya mengepal menahan rasa sakit. Kakinya dipaksa untuk berjalan meninggalkan kerumunan orang-orang di depan mading. Irene menahan bendungan air matanya. Dia berlari ke taman sekolah yang sepi, lalu menangis. Dirinya tidak masuk tahap seleksi. Orang yang masuk tahap seleksi adalah Yeri dan Henri. Yeri diposisi pertama dengan nilai 85 dan Henri dengan nilai 80. Irene tidak percaya bahwa dirinya akan kalah dalam bidang seperti ini. Yang menyakitkan bagi Irene adalah kenyataan yang ada ternyata tidak sesuai dengan apa yang dia bayangkan. Dia terlalu percaya dengan kemampuanya sampai dia lupa bahwa hasil tidak akan mengkhianati usaha dan Irene sama sekali tidak berusaha, sehingga dia pantas untuk mendapatkan hasil yang berbeda dari yang dia bayangkan.
“Irene?“ Irene kenal dengan suara itu.
“Irene, gak apa-apa.“ Wendy memeluk Irene. Berusaha untuk membuat Irene tenang.
“Enggak Wen. Ini salah gue sendiri. Gue terlalu percaya diri ikut lomba ini. Jadinya gue gak usaha sama sekali. Beda dengan Henri yang kemarin gue lihat belajar soal olimpiade di perpustakaan. Bahkan, orang yang tidak gue sangka seperti Yeri, dapat diposisi pertama.” Jawab Irene dengan sedikit isak tangis.
“Mungkin, Yeri bisa dapat itu karena dia rajin belajar Ren. Lo tau sendiri kan, kemana-mana dia selalu bawa buku. Walaupun dia biasa aja di kelasnya, tapi dia selalu belajar.“ Irene mengangguk pasrah mendengar perkataan Wendy. Apa yang Wendy katakan memang benar. Dia tidak bisa membantah dan mencari kebenaran dalam dirinya.
Hari itu, Irene merenung di kamarnya. Dia melihat ke arah meja belajarnya. Dia sadar, bahwa selama ini dia hanya akan duduk di meja belajar jika ada tugas saja. Sisanya dia gunakan untuk mereview materi kalau hanya ada ulangan. Di sekolah, dia tidak seperti Yeri yang selalu membaca dan belajar di perpustakaan. Irene menyadari akan hal itu.
Setahun kemudian, Irene adalah anak kelas XII IPA A. Tidak disangka, ada kesempatan kedua bagi Irene untuk membuktikan tekadnya. Dia akan membuktikan kepada dirinya sendiri, bahwa janji setahun yang lalu dia buat, akan ditepatinya. Lomba olimpiade matematika telah muncul lagi. Irene akan mengikutinya kembali. Lomba kali ini adalah skala nasional. Hanya 2 dari 1000 murid yang akan dipilih untuk mewakili SMA Melati yang akan dikirimkan ke Jakarta Pusat.
“Udah jelas Henri dan Yeri lah yang dikirim. Lihat sendiri kan tahun lalu mereka dapat nilai berapa?“ celetuk Jingga, murid yang paling suka bergosip di kelasnya. Mata Jingga melirik Irene dan Irene hanya melihatnya dengan tenang. Berita tidak lolosnya Irene ke tahap seleksi tahun lalu memang menjadi topik pembicaraan se-SMA Melati. Seorang anak direktur yang pintar, dikalahkan oleh anak kutu buku, begitulah kira-kira judul yang pas untuk diberikan. Tidak jarang Irene disindir keras-keras oleh orang-orang seperti Jingga, tapi Irene hanya diam dan sabar.
Seminggu kemudian, lomba itu pun dilaksanakan. Untuk skala nasional maka ada 3 tahap seleksi. Karena sudah berlatih dan belajar dengan sungguh-sungguh selama seminggu sebelum lomba dimulai, Irene pun lolos dengan mudah pada seleksi pertama. Pada seleksi kedua, dia dipertemukan dengan Yeri dan Henri. Dua orang yang pada tahun kemarin mendapatkan nilai yang cukup fantasti. Pada tahap seleksi satu, Irene memang tidak mendapat nilai tertinggi. Dirinya berada di posisi kedua dan Yeri di posisi pertama. Namun, Irene tidak pantang menyerah. Bila terus-menerus belajar dan melatih dirinya untuk terbiasa mengerjakan soal olimpiade matematika. Pada seleksi kedua, sebuah pengumuman pun membuat Irene menangis lagi. Kali ini, alasannya berbeda dengan tahun kemarin. Kalau tahun kemarin, Irene menangis karena ia kalah, sedangkan hari ini dia menangis karena dia terharu dengan nilai yang didapatkannya, yaitu 96. Angka yang nyaris sempurna.
“Irene! Gue tahu lo pasti bisa! Semoga lo bisa sampai tahan ketiga dan maju sampai tahap nasional.” Wendy sahabat Irene, tidak pernah bosan memberi semangat kepadanya.
Tahap seleksi tiga pun berhasil Irene lewati. Dia berhasil menjadi kandidat nasional bersandingan dengan Yeri.
“Semoga, kita bisa membawa nama baik sekolah kita ya,” ucap Irene kepada Yeri di hari lomba olimpiade matematika akan dimulai.
Hari ini, Irene mengerjakan soal dengan tenang. Dia mengerjakan dengan berhati-hati dan membaca jawabannya berkali-kali. Dari soal satu sampai akhir, dia cek dengan teliti.
Hari pengumuman pun tiba sehari setelah lomba diadakan. Sudah sampai juara satu, Irene dan Yeri saling berpegang tangan. Berharap salah satu dari mereka disebutkan namanya.
“Dan juara pertama, diraih oleh SMA Melati dengan siswi bernama Irene Iriana!” tepukan yang meriah pun terdengar. Teriakan orang-orang pun menggelegar. Irene tak kuasa menahan tangisnya. Usahanya selama ini ternyata membuahkan hasil yang sangat berarti. Dipegangnya medali itu dengan bangga. Irene diminta tips atau motto hidupnya saat diatas panggung karena nilai yang ia dapat adalah sempurna. “Motto saya adalah aku cinta belajar.”


Jeddah, 19 Januari 2018.
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِين

Kommentare