Salah Satu Kekurangan Sistem Zonasi Saat Ini
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
PPDB
(Penerimaan Peserta Didik Baru) di tahun 2018, menerapkan kebijakan terbaru,
yaitu sistem zonasi. Pelaksaan PPDB 2018 mengacu pada Permendikbud Nomor 14
Tahun 2018.
Beberapa aturan sistem zonasi dalam
PPDB 2018 antara lain:
1. Sekolah
yang diselenggarakan oleh pemenrintah daerah (pemda) wajib menerima calon
peserta didik berdomisili pada radius zona terdekat dari sekolah dengan kuota
paling sedikit 90% dari total jumlah peserta didik yang diterima.
2. Domisili
calon peserta didik yang termasuk dalam zonasi sekolah didasarkan pada alamat
pada kartu keluarga (KK) yang diterbitkan paling lambat 6 (enam) bulan sebelum
pelaksanaan PPDB.
3. Radius
zona terdekat dalam sistem zonasi ditetapkan oleh pemda sesuai dengan kondisi
di daerah tersebut dengan memperhatikan ketersediaan anak usia sekolah di
daerah tersebut; dan jumlah ketersediaan daya tampung sekolah.
4. Penetapan
radius zona pada sistem zonasi ditentukan oleh pemda dengan melibatkan
musyawarah/kelompok kerja kepala sekolah.
5. Bagi
sekolah yang berada di daerah perbatasan provinsi/kabupaten/kota, ketentuan
presentase penerimaan siswa dan radius zona terdekat dapat ditetapkan melalui
kesepakatan tertulis antar pemerintah daerah yang saling berbatasan.
6. Calon
siswa di luar zonasi dapat diterima melalui beberapa cara yakni:
a. Melalui
jalur prestasi dengan kuota paling banyak 5% (lima persen) dari total jumlah
keseluruhan peserta didik yang diterima.
b. Alasan
perpindahan domisili orangtua/wali atau alas an terjadi bencana alam/sosial
dengan paling banyak 5% (lima persen) dari total jumlah keseluruhan peserta
didik yang diterima.
7. Sistem
zonasi menjadi prioritas utama atau terpenting dalam PPDB jenjang SMP dan SMA.
Setelah seleksi zona baru kemudian dipertimbangkan hasil seleksi ujian tingkat
SD atau hasil ujian nasional SMP untuk tingkat SMA.
8. Untuk
jenjang SD, sistem zonasi menjadi pertimbangan seleksi tahap kedua setelah
factor minimum usia masuk sekolah sudah terpenuhi. Sedangkan bagi SMK sama
sekali tidak terikat mengikuti sistem zonasi.
Meskipun
peratuan ini bertujuan tepat, namun terdapat beberapa kelemahan. Jika meninjau
fasilitas-fasilitas dari sekolah tingkat SMP dan SMA di negara Indonesia, itu
menjadi sebuah ketersediaan yang belum sepenuhnya rata. Hanya beberapa SMA dan
SMP yang memiliki fasilitas kegiatan belajar mengajar (KBM) yang lengkap dan
sisanya masih kekurangan fasilitas. Beberapa dari fasilitias tersebut seperti
ruang laboratorium, ruang kelas dan media pembelajaran untuk praktikum.
Kurangnya
fasilitas menjadi penyebab dari banyaknya masyarakat yang kurang setuju akan
peraturan sistem zonasi ini. Sebelum sistem zonasi diterapkan, tak ada
keresahan-keresahan bagi peserta didik yang memang dengan nilai akademis atau
prestasinya untuk diterima di sekolah “favorit” yang memiliki fasilitas yang
lengkap; dan itu memang layak diterima oleh mereka. Setelah sistem zonasi ini
diterapkan, para peserta didik banyak yang kecewa karena sekolah yang berada
dalam domisili mereka kekurangan fasilitas sehingga peserta didik tak lagi
berpikir bahwa nilai itu penting dan merasa dirugikan oleh pemerintah akibat
sistem zonasi.
Penerapan
sistem zonasi perlu dipersiapkan kembali agar kelemahan-kelemahan dapat
diselesaikan. Perbedaan ketersediaan fasilitas di sekolah tingkat SMP dan SMA
perlu ditinjau dan diperbaiki agar masyarakat dapat dengan sukarela menerima
peratuan sistem zonasi dan para peserta didik kembali semangat untuk belajar
dimanapun tempat mereka bersekolah.
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ
ٱلْعَٰلَمِين
Kommentare
Kommentar veröffentlichen